MAPALA GEGAMA UGM Sampai Batas Kami Tak Mampu Lagi
Sampai Batas Kami Tak Mampu Lagi

Artikel Kegiatan Observasi Lingkungan dari Wiramuda Diklatsar XLI GEGAMA

Bentang Alam dan Bentang Budaya di Gunung Ireng Gunungkidul

Gunung Ireng berada di Gunungkidul, DIY yang membentang dari Desa Nglaroh di bagian barat laut hingga Desa Giripurwo di bagian tenggara. Gunung purba ini terletak pada koordinat 7°52’57″LS 110°29’23″BT. Ciri khas unik yang terdapat di Gunung Ireng ialah letaknya yang berdekatan dengan Gunung Api Purba Nglanggeran di Kecamatan Patuk. Daya tarik yang dimiliki oleh Gunung Ireng mungkin tidak sebesar gunung api purba lainnya. Namun, keindahannya menyimpan banyak kisah, baik dari bentang alam maupun bentang budayanya. Artikel ini disusun untuk mengidentifikasi bentang alam dan bentang budaya geologi gunung api purba Gunung Ireng.

Gunung Ireng sebagai gunung api purba yang bersebelahan dengan Gunung Api Purba Nglanggeran. Gunung Ireng dan Gunung Nglanggeran adalah bagian dari Pegunungan Baturagung. Secara geologi, pada Meiosen tengah-akhir, Pegunungan Baturagung terbentuk akibat penunjaman lempeng Indo-Australia di bawah lempeng Eurasia. Aktivitas gunung api ini membentuk batuan yang menyusun formasi Kebo Butak, formasi Semilir, dan formasi Nglanggeran. Aktivitas vulkanisme dan pengangkatan yang berulang membentuk batuan dengan ciri anglomerat sebagai penyusunnya. Selain itu, terbentuk pula mineral lain, seperti breksi vulkanik, lava berstruktur meniang, dike, dan blocky lava dengan komposisi andesit yang tersusun di Gunung Ireng.

Karakteristik tanah yang berada di dekat Gunung Ireng susah untuk diamati dan dianalisis karena lapisannya yang tipis. Kemungkinan horizon yang terbentuk di sekitar lokasi  observasi ialah O-A-C-R. Lapisan O teramati pada sebagian titik dan ditandai dengan terdapatnya rumput, semak, bahkan pohon jati yang tumbuh. Lapisan A teramati sama halnya dengan lapisan O, yang mana semakin ke bawah lereng ketebalannya perlahan semakin meningkat. Lapisan C teramati pada permukaan luar batuan yang sudah mengalami pelapukan. Sementara lapisan R sangat mudah diamati dengan melihat singkapan batuan yang menjulang hingga lebih dari 1m. Perlu diketahui bahwa karakeristik dan lapisan tanah yang terbentuk di sekitar Gunung Ireng memiliki perbedaan yang menonjol walaupun berada pada jarak yang terbilang dekat.

Gunung Ireng tergabung dalam zona utara yang disebut wilayah Batur Agung yang memiliki ketinggian 200 m – 700 m di atas permukaan laut. Zona utara ini keadaannya berbukit-bukit dan sumber-sumber air tanah dapat ditemukan di kedalaman 6m-12m dari permukaan tanah. Berdasarkan hasil observasi, dapat diperkirakan bahwa karakteristik air tanah di lingkungan ini ada namun tidak terlalu dangkal. Sedangkan, karakteristik air permukaan di lingkungan ini memiliki kedalaman yang dangkal dengan kualitas bagus, namun kuantitas yang sedikit. Air permukaan ini memiliki warna bening dan tidak berbau yang dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk irigasi serta memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Gunung Ireng memiliki keragaman flora dan fauna yang cukup terbatas di puncaknya (lokasi observasi). Jenis flora yang terdapat pada Gunung Ireng merupakan jenis flora dengan kebutuhan air yang sedikit, contohnya pohon jati, pohon, rumput, dan semak belukar. Kemudian ragam fauna yang ditemukan pada kawasan ini berupa capung dan ular. Meskipun kondisi alamnya kurang cocok untuk keberlangsungan makhluk hidup, tetapi dengan adanya capung berjumlah banyak menandakan bahwa lingkungan di puncak Gunung Ireng masih asri. Adapun masalah lingkungan yang pernah terjadi pada lingkungan Gunung Ireng salah satunya yaitu kekeringan. Hal ini terjadi karena kuantitas air permukaan yang sedikit dan air tanah yang cukup dalam. Selain itu, fenomena longsor juga pernah terjadi di lingkungan ini.

Gunung Ireng berada di tipe bentang budaya rural dengan permukiman yang sedikit. Permukiman dihuni oleh penduduk yang mayoritas berusia diatas 50 tahun yang menunjukkan usia harapan hidup di sana cukup tinggi karena lingkungan yang masih asri dan belum tercemar polusi, serta penduduk cenderung lebih banyak mengonsumsi makanan organik hasil tani sendiri. Kualitas SDM yang tinggal di wilayah Gunung Ireng terbilang cukup rendah, rata-rata penduduknya hanya menempuh pendidikan hingga jenjang SMP/SMA. Hal tersebut mendorong anak-anak muda yang berpikiran terbuka untuk melakukan urbanisasi dengan motivasi untuk mengejar peluang pendidikan yang lebih baik dan mencari pekerjaan yang menjanjikan. Sedangkan, penduduk yang masih tinggal bermata pencaharian sebagai petani, peternak, dan sektor jasa berupa pariwisata.

Penduduk di wilayah gunung ireng memiliki agama yang heterogen, mayoritas menganut agama islam, dan kristen/katolik. Hal tersebut ditandai dengan adanya tempat ibadah mushola/masjid dan gereja di sekitar kawasan Gunung Ireng. Penduduk Gunung Ireng masih melestarikan budaya gotong royong dan guyub rukun hal tersebut terbukti dengan adanya jiwa sosial mereka yang tinggi sehingga terbentuk organisasi kemasyarakatan seperti PKK (Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga), Gapoktan, karang taruna, dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis). Terdapat tradisi Rasulan yakni salah satu bentuk tradisi perayaan pasca-panen yang diselenggarakan oleh masyarakat. Pemanfaatan lahan di Gunung Ireng berupa kawasan lindung. Selain itu, lahan di sekitar kawasan ini juga digunakan untuk permukiman, pekarangan, sawah, tegalan, perkebunan, kebun campuran, jalan, hutan, belukar, perdagangan, lahan tak termanfaatkan, dll.. Penduduk di Gunung Ireng memiliki masalah sosial terkait dengan kemiskinan dan penggunaan teknologi. Kemiskinan menyebabkan kurangnya akses masyarakat terhadap teknologi yang kemudian menghambat publikasi potensi wisata Gunung Ireng sehingga wisata ini kurang dikenal oleh masyarakat luar.

Dapat disimpulkan bahwa Gunung Ireng memiliki potensi sebagai tujuan wisata yang dapat dijadikan fokus minat khusus bagi para penggemar geologi gunung api purba. Lokasinya memiliki formasi geologi yang mencakup bekas aktivitas gunung api seperti kawah. Penting untuk mengelola area pariwisata ini dengan memperbaiki dan menyediakan fasilitas serta infrastruktur yang mendukung industri pariwisata untuk mencapai kesejahteraannya.

 

Penulis: Tim Sangdipati (Wiramuda Diklatsar XLI GEGAMA)

Editor: Clara Alverina alias Rikuh