MAPALA GEGAMA UGM Sampai Batas Kami Tak Mampu Lagi
Sampai Batas Kami Tak Mampu Lagi

SAR dan ESAR: Simulasi Pencarian di Bukit Buju

Divisi Hutan Gunung GEGAMA telah melakukan kegiatan Pendidikan Lanjut (DIKJUT) yang merupakan salah satu rangkaian kegiatan pendidikan bagi Anggota Wiramuda DIKLATSAR XXXVIII setelah dilakukannya kegiatan DIKLATSAR dan MATRAS. Kegiatan DIKJUT meliputi rangkaian simulasi Search and Rescue (SAR) dan ESAR (Explore Search and Rescue). Kegiatan DIKJUT Divisi Hutan Gunung dilaksanakan pada tanggal 19-21 Maret 2021. Kegiatan ini dilaksanakan di Bukit Buju, Kopeng Wetan, Sutopati, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Kegiatan diikuti oleh 9 orang anggota dengan komposisi 2 orang Anggota Wiramuda dan 7 orang Anggota Biasa Yang Aktif GEGAMA. Anggota wiramuda yakni Soenja alias Solu dan Fahry alias Katar, sedangkan Anggota Biasa Yang Aktif yakni Hendika alias Gabing, Dynasti alias Binte, Akmal alias Gandos, Merlina alias Embal, Panji alias Dompu, Lusi alias Lore, dan Ali alias Docang.

Bagaimana jika ada orang hilang, tersesat, atau mengalami kecelakaaan di hutan?
Pertanyaan pada diatas menjadi salah satu pertanyaan yang acap kali dilontarkan ketika mendengar kegiatan pendakian gunung, susur hutan, atau apalah nama lainnya. Selanjutnya, bagaimana jika kejadian seperti hilang, tersesat, kecelakaan, atau hal buruk semacamnya terjadi dan apa yang harus kita lakukan. Umumnya jika terjadi suatu kejadian baik kejadian hilang atau kecelakaan maka dilakukan Search and Rescue (SAR). Kegiatan Search and Rescue adalah usaha dan kegiatan kemanusiaan untuk mencari dan memberikan pertolongan kepada manusia/harta benda. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang umum dan dilakukan baik di darat, di laut, maupun di udara. Misalnya pencarian kapal laut, pencarian pesawat terbang, pencarian korban musibah bencana banjir, dan yang lain. Secara khusus untuk penjelahan meliputi daerah-daerah berhutan, padang kering, dan sungai dinamakan sebagai ESAR (Explore Search and Rescue).

Kegiatan DIKJUT kali ini mensimulasikan apabila terdapat orang yang tersesat di hutan. Skenario yang digunakan yakni terdapat satu korban yang tersesat kemudian tim pencari bergerak sesuai komando dari koordinator misi pencarian (Search mission coordinator atau SMC). Sebelumnya, dalam suatu operasi SAR struktur organisasi terdiri dari SC (SAR Coordinator) yang dijabat oleh seorang pejabat karena fungsi dan wewenangnya mampu memberikan dukungan kepada kantor SAR untuk menggerakkan unsur-unsur SAR; SMC (Search Mission Coordinator) yang dijabat seseorang yang memiliki kemampuan yagn telah ditentukan dan bertugas melaksanakan evaluasi kejadian, perencanaan, serta koordinasi pencarian yang berlaku untuk satu kejadian SAR; OSC (On Scene Comander) yang dijabat seseorang yang ditunjuk SMC untuk mengkoordinasikan serta mengendalikan unsur SAR dilapangan; SRU (Search Rescue Unit) yakni unsur SAR atau fasilitas personil SAR yang secara nyata melaksanakan operasi SAR. Simulasi SAR yang dilakukan pada saat kegiatan DIKJUT dilakukan dengan kerangka SMC-SRU-Korban, yang bertindak sebagai SMC kali ini yakni Panji alias Dompu, SRU yang terdiri dari Fahry alias Katar, Soenja alias Solu, dan Akmal alias Gandos, terakhir untuk korban disimulasikan oleh Merlina alias Embal bersama dengan Hendika alias Gabing dan Dynasti alias Binte.

Simulasi dilaksanakan dengan menggunakan teknik-teknik pencarian yang secara khusus membedakan antara SAR dan ESAR untuk pencarian yang dilakukan di darat. Pencarian bertumpu pada 5 tahap secara berurutan yakni tahap awal, tahap pemagaran, tahap pengenalan, tahap pelacakan, dan tahap evakuasi. Tahap awal yang dilakukan pada saat kegiatan DIKJUT meliputi pengumpulan informasi awal dari korban, perencanaan pencarian awal, pencarian identitas subjek, dan perencanaan operasi dan evakuasi. Tahap awal ini dilakukan pada malam sebelum keberangkatan dengan mengidentifikasi korban (disimulasikan oleh Merlina alias Embal), korban dapat diidentifikasi menggunakan kerudung berwarna krem, kaos berwarna merah, celana berwarna hitam, dan kondisi lain misalnya berkacamata kemudian barang bawaan apa saja yang dibawa, membawa bahan makanan atau tidak, membawa air atau tidak.

Selanjutnya disimulasikan lokasi titik terakhir korban diketahui. SMC menggerakkan SRU (Search Rescue Unit) ke lokasi untuk menyisir daerah sekitar lokasi terakhir diketahui dan memperkirakan lokasi korban sebenarnya. Lokasi terakhir korban diketahui sehingga dapat dilakukan tahap pemagaran, pemagaran dilakukan untk menjebak korban atau survivor dalam area yang jelas dan dapat mengetahui batasannya. Sehingga, area dapat disapu dan sebagai petunjuk korban untuk menuju tempat yang diketahui tim pencari. Metode pemagaran dapat dilakukan dengan trail blocking (razia pada jalan setapak), road blocks (razia pada jalan keluar), look outs, camp in, track traps (Jalur jebakan), string lines. Pemagaran yang dilakukan yakni dengan mencoba membuat jalur jebakan atau track traps, namun akibat simulasi yang hanya dilakukan oleh satu SRU maka metode jebakan dan pemagaran ini sulit dilakukan. Setelah dilakukan pemagaran, SRU yang berada dilapangan melakukan tahap pengenalan. Tahapan ini merupakan usaha untuk mencari korban atau benda yang tercecer atau sengaja di tinggalkan oleh korban serta proses pencarian korban. Tahapan pengenalan terbagi menjadi beberapa tipe, tipe I Search yakni pemeriksaan tidak resmi yang segera dilakukan pada area yang dianggap paling memungkinkan. Tipe pertama ini dilakukan dengan melakukan tahap pencarian awal dan memeriksa ulang daerah dimana diduga survivor atau korban berada. Tipe pertama ini telah dilaksanakan pada kegiatan DIKJUT dengan segera memeriksa lokasi terakhir survivor atau korban diketahui kemudian melakukan pemeriksaan segera area yang spesifik dimana survivor atau korban diduga berada. Tipe I telah dilaksanakan tetapi tidak membuahkan hasil, kemudian dilanjutkan dengan Tipe II search (1) yakni dengan metode penyapuan renggang atau open grids. Tipe II dilakukan untuk mendapatkan hasil pencarian yang tepat dan cepat pada areal yang luas. Akan tetapi, lokasi Bukit Buju memiliki areal punggungan yang relative sempit metode pencarian Tipe II Search (1) ini juga tidak membuahkan hasil yang signifikan. Sedangkan, untuk Tipe II Search (2) dan Tipe II Search (3) tidak dilaksanakan mengingat kondisi SRU yang hanya satu tim dan terdiri dari 3 orang. Pencarian kemudian dilakukan dengan Tipe III Search (1) dengan metode penyapuan cermat atau close grids dengan tujuan pencarian cermat atas areal yang spesifik. Pencarian dilanjutkan oleh SRU terutama menggunakan Tipe III search (1) atau biasa disebut close grids.

Setelah dilakukan tahapan pengenalan melalui berbagai metode pencarian tahapan pencarian survivor atau korban dilanjutkan dengan tahap pelacakan. Tahap pelacakan dilakukan dengan mengikuti dan melacak jejak yang ditinggalkan oleh survivor. Akan tetapi, tahapan pelacakan ini pada saat dilaksanakan simulasi kurang dapat dilakukan sebab pelacakan benar-benar dapat dilakukan hanya oleh orang yang sudah terlatih dan memiliki kemampuan melacak tinggi. Terakhir tahap evakuasi yakni memberikan pertolongan pertama dan membawa survivor atau korban ke titik penyerahan utnuk perawatan lebih lanjut. Survivor atau korban pada saat simulasi ditemukan dalam keadaan yang sehat dan tidak memiliki keadaan luka, stress, ataupun gejala lain. Sehingga, pada saat itu juga tim SRU langsung menghubungi SMC mengenai lokasi dan kondisi survivor dan segera membawa survivor sesuai arahan SMC.

Proses pencarian menitikberatkan pada kemampuan seluruh struktur operasi pencarian khususnya SRU untuk memiliki pengetahuan navigasi darat yang baik, pengetahuan mengenai data peristiwa, keadaan korban dan medan yang ada, penguasaan peta dan kompas, serta pengetahuan dan keterampilan P3K dan kegawatdaruratan. Serta juga dapat mengikuti arahan koordinator dan yang paling penting dapat mengamankan diri sendiri, jangan sampai melakukan pencarian tetapi justru berakhir sebagai korban akibat kurangnya pengawasan diri sendiri.

Penulis : Soenja Armaicha Anjani